Untuk Yang Selalu Bersinar, Terimakasih Pernah Hadir.
Teruntuk cahaya yang sudah redup tetapi kehangatannya masih tetap ada,
Ini
untuk kamu.
Hey, Sudah lama ya tidak bersua. Terakhir kali kita
bertemu beberapa tahun yang lalu dengan air mata dan lantunan ayat suci. Saya
penasaran bagaimana kabar kamu disana, apakah kamu mendapatkan bahagiamu? Apakah
mereka memperlakukanmu dengan baik disana? Apakah kamu masih merasakan sakit
seperti saat bersama kami disini? Aku harap tidak. Sebenarnya, masih banyak
sekali apakah yang ingin saya
tanyakan, tetapi saya hanya bias menuliskan tiga.
Hey, disini sedang ada wabah besar-besaran. Seluruh
dunia terkena dampaknya. Orang kaya, orang miskin, bahkan orang kecil seperti
kami disini. Perusahaan mulai gulung tikar, para pekerja banyak yang
diberentikan sepihak, bahkan pemerintahan mulai goyah. Saya tidak menyangka
2020 akan berjalan seperti ini. Ralat, bukan saya saja. Tetapi memang semua
orang tidak menyangka hal seperti ini akan terjadi. Saya membayangkan jika kamu
masih tetap disini bersama kami, mungkin penderitaanmu melebihi kami karena
kamu tidak bias tetap diam dirumah.
Hey, saya disini tumbuh dengan baik seperti
biasanya. Tetapi, kadang saya merasa lelah. Saya capek. Jika kamu bertanya,
saya capek akan hidup saya. Akan semua yang terjadi kepada saya dan kami. Semuanya berjalan lambat dan
seolah-olah bom waktu sedang menunggu untuk meledak. Saya lelah. Kami disini
semua lelah, tetapi kami harus bertahan, bertahan merupakan suatu keharusan
untuk kami bukan?
Hey, hidup ini kejam ya? Haha. Well, saya sudah
menyadari itu sejak dulu, bahkan sejak kamu masih disini. Penderitaan atau
tekanan sepertinya sudah menjadi makanan sehari-hari. Tetapi, kali ini kenapa
sangat berat ya untuk dijalani? Berkali-kali saya dan kami menarik nafas berat dan tercekat. Air mata kami sudah mongering
disini dan tidak bisa lagi untuk turun. Kami sudah terlalu lelah untuk
menangis. Dadaku sudah sering sesak dan berkali-kali banyak sekali pikiran
untuk menyerah. Saya muak bertahan terus.
Hey, kamu tahu apa yang menyedihkan dari saya? Saya menganggap
diri saya dan hidup saya sendiri sudah gagal. Kata-kata motivasi tidak
menolong, tahu. Semua akan indah pada waktunya
hanyalah omong kosong.maaf saya tumbuh seperti ini. Psikis saya memburuk, semua
hal terlihat buruk untuk saya. Saya lupa warna pelangi karena semuanya terlihat
buram dan abu-abu disini. Secercah harapan saya hanya ada pada Tuhan. Saya masih
punya kepercayaan, mungkin itu yang masih membuat saya bertahan.
Hey, saya kehilangan pekerjaan tahun kemarin. Lalu setelah
itu, banyak perusahaan yang menolak saya. Disitu harapan saya musnah. Anxiety
saya membesar dan harapan saya hilang. Beberapa perusahaan mementingkan
tingginya pendidikan yang kita ambil, apalah saya yang hanya lulusan biasa dan
tidak melanjutkan pendidikannya. Banyak yang bertanya, kenapa saya tidak
melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Mereka tidak tahu kalau belajar perlu
uang. Mereka tidak tahu, seberapa kerasnya kita bekerja uang itu tidak pernah
cukup. Mereka tidak pernah tahu dan tidak akan tahu, seberapa iritnya
pengeluaran kita pemasukan itu tidak akan cukup. Karena mereka hanya tahu
caranya bertanya tanpa memikirkan perasaan orang lain. Hey, ijinkan aku
bertanya kepadamu. Apakah kamu tahu cara membungkam mulut mereka? Saya lelah
menjelaskan. Saya lelah di hakimi. Saya lelah ditanya demikian. Hey, saya lelah…
Sebenarnya, masih banyak yang terjadi selama kamu
tidak ada. Seperti yang saya bilang, semuanya sangat cepat tetapi seolah-olah
seperti bom waktu yang tinggal menunggu untuk meledak. Saya berkata saya lelah
bukan berarti berhenti merupakan jalan terbaik untuk di tempuh.
Hey, saya rindu kamu. Rindu apapun tentang kamu,
tentang kita semua. Banyak yang
berubah sejak kamu pergi, entah itu hal kecil maupun besar. Biasanya kamu akan
ada disana walaupun hanya untuk mendengarkan. Saya rindu waktu kita besama,
bahkan saya rindu waktu sulit yang kita jalani. Kamu menyukai gule kambing di
perempatan itu bukan? Setiap saya pulang kerja, kamu pasti meminta untuk mampir
dan makan sejenak. Saya dulu benci itu, tapi ketika kamu sudah tidak ada saya
malah merindukannya. Kamu suka merokok saat mengendarai, saya yang terkena
asapnya. Kamu suka makanan ringan dan rokok. Saya suka membelikannya walaupun
terpaksa. Apakah kamu ingat selalu menjemput saya dulu? Waktu itu hujan,
setelah seteguk kopi kita pulang menembusnya. Atau, apakah kamu ingat saat saya
melamar kerja pada perusahaan A? Selepas jam pulang kita terhadang oleh hujan. Kamu
memakai jas hujan, saya tidak. Sepanjang jalan yang jauh kita hanya diam tidak
berbicara, membiarkan dinginnya hujan menembus tulang sebelum pagi harinya
selepas subuh kita pergi berikhtiar.
Saya sangat merindukan hal-hal kecil itu. Senyummu,
tawamu. Bahkan hal-hal yang sangat kecil seperti kamu yang selalu tertidur di
sofa ruang tamu. Kamu dulu senang sekali menulis ya? Tulisanmu juga bagus. Saya
ingat selepas pertama belajar menggambar doodle, kamu melihatnya dan meminta
untuk menggambarkan satu. Saya buatkan tetapi tidak terlalu bagus. Tapi kamu
sangat senang akan itu, sehingga kamu taruh menjadi alas tulismu. Hati saya
saat ini mencelos, saya baru menyadari betapa saya rindu kamu.
Dulu kamu besar, gagah dan berani. Kamu orang yang
paling saya kagumi dan hormati karena saya pikir, tidak ada yang berani pada
saya jika saya bersamamu. Tapi waktu jahat ya? Waktu memakan badan dan
keberanianmu. Dia memakan semangatmu bahkan semua mimpi-mimpimu. Waktu
menghabiskan semuanya dan menyisakan raga yang tak berdaya. Kamu jadi pendiam
tetapi masih suka berontak. Maaf dunia terasa sangat tidak adil ya untuk kamu. Maaf
juga saya sempat ikut menghakimi kamu saat itu. Saya sempat bertanya-tanya
kenapa kamu suka sekali melamun di kursi favoritmu, kenapa matamu sering kosong
dan kamu tidak pernah mau makan sesuatu. Sekarang saya tahu jawabannya. Saya
mengerti, maaf ya baru menyadarinya.
Hey…
Terimakasih ya untuk semua waktu yang sudah kamu
jalani bersama saya dan kami. Entah itu
waktu yang baik atau buruk sekalipun. Terimakasih telah menjadi cahaya di gelap
yang tak berujung. Terimakasih telah selalu kuat dan memberikan yang terbaik
yang kamu bisa. Untuk semua pelajaran hidup, tawa dan airmata. Untuk hal-hal
yang hanya kamu bisa bagi dengan kami, terimakasih untuk semuanya. Andai saya
bisa memutar waktu, saya pasti akan memilih untuk bertemu kamu dan mengulang
hari yang sudah usai. Meniti kenangan baru dengan kamu yang dulu. Tapi saya
tahu itu mustahil, maka dari itu yang tersisa hanya rasa rindu dan penyesalan.
Hey…
Terimakasih untuk kamu yang tidak pernah mengeluh. Pasti
hidupmu lebih hancur dari saya, tapi kamu tidak pernah berpikir untuk menyerah.
Pasti hatimu lebih hancur dari saya, tapi kamu tetap tegar. Pasti hatimu takut
juga, pasti hatimu juga penuh lubang, pasti juga depresi selalu mengancammu. Tapi
kamu tidak pernah memperlihatkannya dan memilih untuk diam. Maaf ya, saya sudah
membiarkanmu berjuang sendirian.
Hey…
Banyak hal-hal negatif yang saya pikirkan tentangmu
dan saya minta maaf sekali akan itu. Mulut saya selalu bergetar ketika lantunan
ayat suci mengalir dari sana. Di perpisahan kita, kamu tidak membuka matamu ya?
Kamu terpejam hingga nafasmu tercekat dan lagi-lagi waktu berjalan sangat cepat
saat itu. Tiada pesan terakhir atau sebuah senyuman, tiada kata perpisahan yang
pantas terucap kala itu. Hingga aku mengantarmu ke rumah barumu. Dalamnya 2M,
tidak terlalu luas bukan? Maaf ya, kamu harus merasa nyaman disana karena ada
Tuhan yang menjagamu.
Untuk
papa,,,
Papa
adalah cinta pertamaku. Super hero favoritku
dan lelaki impianku. Sayang waktu berkehendak lain. Kata waktu, Tuhan
lebih menyayangimu dibanding kami disini. Waktu bilang, tempatmu lebih nyaman
bersama Tuhan dibanding di rumah kami yang hangat. Papa, saya akan tumbuh
baik-baik saja disini. Saya tidak janji tetapi akan berusaha. Hangatmu masih
ada disini meskipun cahayamu sudah redup. Saya sayang papa.